Jakarta, 1 Oktober 2025
- Dihimpun dari berbagai sumber dari pengelola destinasi gunung, sampai tahun
2019 ada sekitar tiga juta pendaki Indonesia dan 150 ribu pendaki warga negara
asing mendaki gunung-gunung di Indonesia. Angka tersebut diyakini terus
meningkat pascapandemi.
Merujuk pada perkembangan itu, kami dengan bangga menghadirkan Indonesia
Mountain Travel Mart 2025 (IMTM) pada Selasa, 30 September 2025, di Sumba
Room, Hotel Borobudur Jakarta. Event yang mengangkat tema ‘’Connect to
Collaborate’’ ini berlangsung selama sehari penuh. Di sini menjadi forum bagi
peserta yang datang dari beragam latar belakang dan pengalaman untuk berbagi
pengalaman dan praktik-praktik terbaik terkait trekking yang aman di gunung. IMTM
2025 terdiri dari dua sesi, yakni pada pagi hari diisi dengan Talkshow yang
mengangkat tema ‘’Keselamatan Mendaki Gunung’’, kemudian dilanjutkan dengan
mempertemukan pelaku wisata gunung dengan pelaku industri pariwisata lainnya di
sesi Table Top pada siang hari.

Hadir sebagai narasumber di Talkshow adalah Adi Seno, Dewan Teknik
Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), yang memaparkan mengenai ‘’Mewujudkan
Keselamatan Wisata Pendakian Gunung’’; kemudiam Abex dari Basecamp Adventure,
Tramp menyampaikan bagaimana ‘’Meningkatkan Promosi Wisata Gunung Indonesia’’;
dan Vicky Gosal, Operation Director Karash Adventure &Training yang juga
Dewan Etik APGI, berbagi praktik terbaik terkait ‘’Membangun Bisnis Wisata Gunung
yang Menguntungkan dan Berkelanjutan.”
.jpeg)
Dari Talkshow ‘’Mewujudkan Keselamatan Wisata Pendakian Gunung’’
disimpulkan bahwa masa depan wisata gunung Indonesia sangat bergantung pada
bagaimana tiga aspek utama dijalankan secara konsisten dan berkesinambungan.
Aspek pertama adalah keselamatan harus menjadi prioritas yang tidak bisa
ditawar, karena gunung adalah ruang liar yang penuh risiko sehingga setiap
pendakian wajib dilakukan dengan persiapan matang, mengikuti aturan resmi,
mematuhi jalur yang telah ditentukan, dan didampingi oleh pemandu profesional
yang terlatih serta tersertifikasi.
Kedua, pemandu gunung memegang peran vital sebagai duta wisata
Indonesia, bukan hanya berfungsi sebagai navigator, tetapi juga sebagai
pendidik yang mengajarkan etika dan teknik mendaki dengan benar, sebagai storyteller yang menyampaiakan kisah dan
budaya lokal, serta sebagai penjaga keberlanjutan yang memastikan kelestarian
alam untuk generasi mendatang.
Ketiga, promosi wisata gunung harus dilakukan secara cerdas,
kreatif, dan terarah, dengan mengutamakan pasar domestik melalui paket singkat
yang mudah diakses oleh generasi muda urban yang mencari healing dan pengalaman melihat matahari terbit. Selain itu juga mengembangkan
trek premium multi-days yang lebih
menantang untuk menarik minat wisatawan mancanegara, khususnya dari Eropa dan
negara tetangga.
Dengan memadukan standar keselamatan yang kuat, profesionalisme
pemandu yang berintegritas, dan strategi promosi yang inovatif, wisata gunung
Indonesia tidak hanya akan menjadi destinasi yang aman dan berkesan, tetapi
juga mampu bersaing di tingkat global serta tetap menjaga kelestariannya
sebagai warisan alam dan budaya bangsa.
Sementara, Table Top IMTM 2025 mempertemukan tujuh sellers dengan 14 perusahaan operator tur, agen perjalanan,
DMC, OTA, dan EO/PCO sebagai buyers. Sellers yang berpartisipasi merupakan
operator trekking berpengalaman dan profesional. Pemandu gunung yang hadir pun merupakan
para profesional dan bersertifikat nasional. Bahkan, satu seller hotel yakni Santika Premier Linggarjati Kuningan, merek
premium dari Grup Santika Hotel yang berada di kaki Gunung Ciremai, mengatakan
bahwa mereka telah menerima tamu-tamu yang datang untuk trekking di gunung
tertinggi di Jawa Barat itu.
Sellers operator
trekking dan pemandu gunung berasal dari Jakarta, Bandung, Bali, dan Jember, Jawa
Timur. Sedangkan buyers datang dari
Jakarta, Bandung, Sukabumi, Yogyakarta, Riau, dan Bali.
Dr. Nandang Prihadi, S.Hut., M.Sc., Direktur
Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kementerian Kehutanan (Kemenhut), dalam pernyataan
tertulis mengatakan bahwa secara
statistik, kecelakaan pendakian gunung di Indonesia sebetulnya sangat rendah.
Namun, kecelakaan di gunung bersifat fatal dan tidak jarang menyebabkan
kematian, serta menyebar secara luas di media sosial. Kemenhut sudah serius
melakukan upaya peningkatan keselamatan wisata melalui serangkaian kebijakan,
pengadaan sarana, peningkatan kapasitas, dan edukasi kepada para pihak.
Kemenhut melalui
Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Ditjen KSDAE dan seluruh Unit Pelayanan
Teknis (UPT) yang mengelola pendakian gunung, baik di taman nasional maupun taman
wisata alam, melakukan perbaikan tata kelola pendakian gunung melalui:
- Penerbitan/penyempurnaan
kebijakan/NSPK dan sistem pendukung terkait pendakian seperti grading
gunung, penyempurnaan standard operation procedure (SOP), tiket elektronik dan pembayaran non-tunai, serta sistem pemantauan
posisi pendaki.
- Pengadaan dan
perbaikan sarana wisata khususnya yang terkait keamanan pengunjung, seperti
pembuatan railing pengaman, tangga pengaman, signages (rambu-rambu), shelter emergency, dan peralatan SAR.
- Sertifikasi dan peningkatan
kapasitas SAR, serta pengelolaan wisata bagi petugas, pemandu, porter, dan para
pihak yang terlibat dalam wisata pendakian.
- Koordinasi dan
kerja sama dengan lembaga terkait seperti BASARNAS, Kementerian Pariwisata, dan
pemerintah daerah.
- Pembinaan dan
edukasi keselamatan pendakian kepada pelaku usaha dan juga pendaki.
Pelaku wisata dan
masyarakat juga perlu mengetahui kebijakan-kebijakan terbaru yang dikeluarkan
oleh pemerintah untuk menjaga gunung sebagai destinasi yang aman dan nyaman,
yakni:
- Kebijakan zero
waste dan zero accident. Kemenhut meminta para pelaku usaha wisata bersama-sama
memastikan kebersihan jalur pendakian dengan mematuhi kebijakan pengelolaan
sampah di gunung seperti pack-in pack-out, dan lainnya. Selain itu,
pelaku wisata pendakian juga perlu memastikan kepatuhannya terhadap aturan
pendakian dan memiliki persiapan yang cukup sebelum mendaki sehingga terhindar
dari kecelakaan.
- Grading Jalur
Pendakian Gunung. Kemehut sudah menetapkan grade jalur pendakian gunung
di taman nasional dan taman wisata alam yang dihitung dan divalidasi berdasar
tingkat kesulitan dan risikonya yang terdiri dari Grade I (sangat mudah) sampai
Grade V (sangat sulit). Grading ini menjadi pedoman bagi pengelola untuk
melakukan pengelolaan pendakian dan gambaran bagi calon pendaki untuk mengukur
kesiapannya sebelum mendaki gunung yang dituju.
Modul SOP Pendakian Gunung
merupakan pedoman pengelolaan dan persyaratan pendakian sesuai dengan grade
gunung. Beberapa hal spesifik yang perlu diperhatikan adalah kuota pendakian, tiket
elektronik dan pembayaran non-tunai, persyaratan kesehatan pendakian, syarat
pengalaman pendakian bagi calon pendaki gunung Grade IV dan V, perbandingan
pemandu dan pendaki, persyaratan asuransi, serta hal-hal yang tidak boleh
dilakukan dan sanksi yang akan diberikan jika dilanggar termasuk sanksi blacklist
di seluruh gunung di Indonesia.
Selain itu, sebagian besar wisata
pendakian gunung sudah dilindungi asuransi yang bekerja sama dengan UPT
pengelola. Perlindungan asuransi meliputi santunan kematian dan kecelakaan,
serta biaya pencarian dan evakuasi.
‘’Saat ini kita sedang mendorong untuk
gunung Grade IV dan V untuk menggunakan asuransi premium yang meng-cover
evakuasi dengan helikopter,’’ kata Nandang Prihadi.
Seiring dengan tren pendakian gunung yang semakin meningkat dan
menarik perhatian banyak orang, berbagai usaha yang berkaitan dengan aktivitas
ini juga berkembang pesat, termasuk operator trekking. Menurut Rahman Mukhlis,
Ketua Umum Asosiasi Pemandu Gunung Indonesia (APGI), di Indonesia, terdapat
lebih dari 100 operator trekking yang tersebar di 25 provinsi. Keberadaan
mereka tidak hanya mendukung para pendaki, tetapi juga berkontribusi pada
pengembangan pariwisata lokal dan pelestarian lingkungan.
Operator trekking di Indonesia didorong untuk memiliki legalitas
yang jelas, seperti berbentuk PT, CV, atau usaha perseorangan. Hal ini penting
untuk memastikan bahwa layanan yang mereka tawarkan dapat dipercaya dan
memenuhi standar yang ditetapkan.
Berbagai layanan yang tersedia mencakup hiking, trekking, jungle trekking, multidestinasi, alpin, high altitude, dan ekspedisi. Dengan
legalitas yang kuat, operator dapat memberikan pengalaman yang lebih aman dan
memuaskan bagi para petualang.
Dia menerangkan bahwa mendaki gunung bisa dilakukan di rentang usia
10-60 tahun. Hal yang perlu diperhatikan untuk mendaki gunung mencakup
kemampuan fisik, kemampuan teknik/keilmuan, kemampuan kemanusiaan atau sikap
mental positif, dan kemampuan kelingkunganhidupan. Selain itu, yang tidak kalah
penting adalah manajemen perjalanannya seperti perizinan, rencana perjalanan,
peralatan dan perlengkapan, perbekalan, dan lain-lain.
Namun, ada pandangan yang menyatakan bahwa mendaki gunung dengan
bantuan jasa operator trekking, pemandu, dan porter dianggap kurang menarik dan
mengurangi esensi petualangan.
‘’Pandangan tersebut bersifat subyektif,’’ ujar Rahman.
Bagi anggota klub atau organisasi pecinta alam dan pendaki gunung
umumnya lebih memilih untuk mendaki secara mandiri, karena mereka telah
mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang memadai. Sementara, bagi wisatawan
yang ingin mencoba mendaki, sangat disarankan untuk menggunakan jasa operator
trekking. Hal ini menawarkan berbagai keuntungan, seperti layanan berkualitas
yang memenuhi kebutuhan pendaki, serta memberikan rasa aman dan nyaman. Selain
itu, menggunakan jasa operator trekking dapat memperluas pengetahuan dan
pemahaman tentang teknik pendakian gunung.
IMTM 2025 terwujud berkat kolaborasi dengan Kementerian Kehutanan,
Hotel Borobudur Jakarta, dan Eiger, salah satu penyedia out door gear dan apparel terkemuka
Indonesia yang juga aktif melakukan kampanye keselamatan pendakian gunung. Event
IMTM 2025 menjadi penutup program ‘’Discover the Natural Treasure’’ yang
diadakan oleh Hotel Borobudur Jakarta selama bulan September 2025. Program ini
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap keindahan serta
keberagaman alam Indonesia, baik melalui beragam acara maupun aktivitas yang
melibatkan tamu-tamu yang menginap di hotel. Sementara, Table Top IMTM 2025 merupakan
kolaboraksi antara APGI dan The J-Team untuk menghubungkan ekosistem pariwisata
di gunung dengan pelaku industri pariwisata lainnya guna mewujudkan pariwisata
berkualitas dan berkelanjutan di Indonesia. Salam Lestari! ***